Kamis, 10 Januari 2008

Temukan Kuncinya



"Ada apa, mengapa mukamu murung begitu?"

Aku menggeleng lemah. Menatap langit dengan lesu sambil berkata, “Dunia ini memperlakukanku dengan tidak baik. Benar-benar tidak adil!”
Sosok berjubah putih itu termangu. Cuma sesaat sebelum akhirnya ia tersenyum.
“Bukan hanya kamu! Dulu juga ada Orang yang diperlakukan seperti itu!”
“Apa ia pernah diperlakukan tidak baik oleh orang lain?”
“Hmm......lebih parah dari itu!”
“Lebih parah dari itu? Maksudnya......”
“Yah, begitulah!”
Aku menatapnya penasaran. “Apakah ia pernah diremehkan orang?”
“Tentu saja pernah! Hampir setiap kali Ia mengajar atau melakukan sesuatu....orang-orang selalu meremehkanNya!” Ia menghela nafas panjang. “Manusia, di mana-mana sama! Jadi, apa yang membuatmu terkejut?”
Aku memandang wajah guruku dengan heran. “Apakah ia juga pernah ditinggalkan dan dikhianati oleh orang yang ia percaya?”
Sosok berambut putih itu tersenyum bijak. “Pernah! Orang yang Ia percayai tersebut justru menjadi otak dari pembunuhanNya!”
Aku menggigil. “Apakah ia juga pernah.....merasa sendirian, dianggap bodoh dan..........”
“Difitnah, dicambuk, dan mati untuk orang-orang yang belum tentu menerimaNya. Tetapi , Ia memutuskan untuk tetap mencintai orang-orang yang memperlakukanNya dengan tidak baik” , potongnya cepat.
“Separah itukah penderitaannya? Apa salahnya hingga orang-orang memperlakukannya dengan tidak baik?” cetusku tak mengerti.
Guru yang bijak itu mendesah. Ia tidak menjawab apa-apa. Suaranya hilang ditelan kesunyian.
“Guru, siapakah orang hebat itu?”
“Maha Gurumu!”
Aku tersentak. “Maha Guruku? Mengapa kau tidak pernah bercerita tentang dia?”
“Kau tidak pernah menanyakannya! Untuk apa aku menceritakannya?”
“Kalau begitu.....katakan padaku sekarang.....Maha Guruku itu ada di mana?”
Ia tertawa keras. “Anak bodoh! Kamu ini berguru bertahun-tahun tetapi tidak pintar-pintar juga! Ia dekat denganmu. Mana mungkin kamu tidak merasakannya?”
Ia menatapku lekat-lekat sambil menahan tawa. “Maha Gurumu itu ada di hatimu. Untuk menemukanNya.....kau harus bisa memecahkan rahasianya dan menemukan kuncinya!”
Aku semakin penasaran. “Apa rahasianya? Bagaimana caranya menemukan kuncinya?”
“Mudah saja. Pergilah ke gedung “1001 Bentuk Ujian”. Di sana ada 2 ruang yang harus kau lewati. Ruang pertama namanya “Ujian Iman” dan ruang yang kedua namanya “Ujian Karakter”. Masuki dua-duanya. Jangan ada yang terlewatkan!”
Aku mengernyitkan dahiku. “Apakah itu bagian dari rahasianya? Lalu, di mana kuncinya berada?”
Dengan tenang ia menjawab, “Lewati semuanya dulu, nanti kau akan tahu!”
Aku terdiam. Ia berdiri dan mengibaskan debu di bajunya. Sebelum beranjak ke peraduannya, ia berpesan.
“Cepat kembali dan harus menang ya?!”
Aku berdiri dengan enggan. Tetapi aku tidak membantah keputusannya. Aku beranjak dan mulai mencari tahu rahasianya sampai menemukan kuncinya…...di gedung “1001 Bentuk Ujian”. Gedung “1001 Bentuk Ujian” adalah gedung yang sengaja dibangun untuk menguji ketahanan dan mental para murid. Untuk menjadi murid yang terbaik kami harus berusaha sekuat tenaga untuk mengalahkan keadaan dan menundukkan rintangan yang tersembunyi di balik pintu ruang “Ujian Iman” dan “Ujian Karakter”.

Tak berapa lama, aku telah berada di pelatarannya dan menapaki tangga menuju gedung itu. Semakin mendekati kedua ruang itu aku semakin tak yakin. Jujur, aku sebenarnya ingin menghindari ruang “Ujian Karakter”. Tetapi….aku tidak diberi pilihan lain. “Jangan ada yang terlewatkan”, pesan guruku itu terus mengiang-ngiang di benakku. Itu berarti aku harus memasukinya. Upf!

Aku memasukinya dan berjuang untuk menaklukkan semua ujian karakter yang ada di dalamnya. Bertahun-tahun aku mengasah mental dan ketahananku sebagai murid di ruang tersebut. Aku berharap dapat kembali menemui guruku dengan kemenangan di tangan. Akhirnya……tiba juga waktunya untuk keluar dari ruang tersebut. Dengan badan penuh luka dan langkah gontai aku keluar dari ruangan itu. Aku berjalan sambil menundukkan kepala. Melangkah masuk ruang di mana guruku biasa bekerja dan belajar.

Krrrrrriieeekkkkkk……………..
Pintu berat berwarna coklat itu berderit ketika dibuka. Seseorang dengan perawakan tinggi besar berdiri di hadapanku. Cahaya kemuliaan terpancar dari seluruh tubuhNya. Aku tak berani menengadahkan mukaku ke atas. Jadi, sekalipun aku mau melihat wajahNya dari dekat, saat itu aku lebih suka untuk menundukkan mukaku ke lantai.
“Sudah berapa pintu yang kau masuki?”
Itu bukan suara guruku. Hatiku berdesir. Aku menelan ludah.
“Ngngng……12 pintu.”
“Dari 12 pintu itu berapa yang kau menangkan?”
“Hmmm…..baru 7 pintu”, sahutku ragu.
“Bagian mana yang paling sulit kau menangkan?”
Aku terdiam. Malu rasanya harus berkata jujur tentang kelemahan diri. Tetapi aku tidak bisa berdiam diri terlalu lama. Seseorang sedang menunggu jawabanku. Dengan lemah aku menjawab………………
“Pintu ruang Kemarahan.”
“Hanya itu?”
“Ya!”
“Lalu, pintu mana yang termudah untuk kau menangkan?”
“Apa aku harus menyebutkan semuanya?”
“Kalau kau rasa Aku perlu mengetahuinya!”
Aku mendongakkan mukaku sedikit. Berusaha mencari simpati dan pengertian dariNya.
“Pintu ruang Ketakutan, pintu ruang Kekuatiran, pintu ruang Tidak Disiplin, pintu ruang Sulit Untuk Tunduk, pintu ruang Kesombongan, pintu ruang Iri Hati, dan pintu ruang Mudah Putus Asa”, beberku bangga.
“Bagus! Tetapi……mengapa kau sulit sekali memasuki dan menguasai pintu ruang Kemarahan?”
Pertanyaan bernada prihatin dan seperti tak puas itu membuatku tersentak. Aku tergagap.
“Ngngng……aku tidak tahu….aku….aku sudah berusaha keras untuk menguasainya… tetapi…..Kau tahu kan kalau itu kelemahanku…”
“Begitu, ya?” Ia tampak berpikir keras. Jari-jariNya mengetuk meja berulang-ulang. “Apa kau mau mencobanya sekali lagi?”
“Ah, aku rasa tidak perlu! Aku tidak mau memasuki ruangan itu lagi! Tidak mau”, tolakku mentah-mentah. “Membayangkannya saja aku tidak mau….apalagi memasukinya sekali lagi. Ih!”
“Kau tidak akan pernah memenangkannya jika kau terus menghindarinya.”
Aku terpana. Tidak bisa menjawab apa-apa. Sulit bagiku untuk menjawab ya atau tidak. Aku tertunduk lesu. Kemarahan itu adalah salah satu ruangan di hatiku yang sulit untuk dikendalikan.
“Aku mau….tetapi aku tidak bisa ke sana lagi….(aku menelan ludah)….minimal untuk saat ini. Aku belum siap…..”
“Hmm….begitu ya?” Sosok berwibawa di hadapanku terdiam. Hanya sejenak, sesaat kemudian Ia menawarkan solusi yang mengejutkan.
“Bagaimana kalau Kutemani?”
Aku tertawa keras. “Kau temani? Bertahun-tahun aku berusaha mengalahkan dan menaklukkan ruang itu tetapi aku tidak mampu. Dan sekarang kau…..kau…ingin menemaniku? Memangnya kau siapa? Apa kehebatanmu?”
“Aku TUHAN! Aku Maha Gurumu!”
Aku tersentak. Tubuhku gemetar. Mataku terbelalak karena tak percaya. Aku….aku yang sulit menaklukkan ruang pribadiku akhirnya bertemu dengan Maha Guru yang selama ini kucari? Bagaimana mungkin? Aku belum menemukan rahasianya! Belum menemukan rahasianya berarti aku belum menemukan kuncinya! Tetapi mengapa Ia mau menemuiku? Aku tertunduk malu. Rasa takut muncul dan tiba-tiba menguasaiku. Aku tak berani mengeluarkan sepatah kata pun.
“Mengapa diam? Kau mau atau tidak?”
Dengan gugup aku menjawab, “Ini yang terakhir kan , Tuhan?”
“Aku harap begitu! Kalau kau bisa memenangkannya, kau tidak perlu memasuki pintu ruang Kemarahan lagi, bukan?”
“Kalau ini bagian dari ujian yang harus kutempuh….baiklah!”
Sejak saat itu Tangan Maha Guruku membantu aku mengalahkan kelemahan-kelemahanku. Sampai suatu kali aku berhasil keluar dari pintu ruang kemarahan itu dengan kemenangan di tangan. Aku bebas! Ternyata rahasia untuk menaklukkan kelemahanku adalah berjalan bersamaNya. Dan kunci dari kemenangannya sendiri adalah penyertaanNya yang ajaib di setiap peristiwa.

Bagaimana dengan Anda? Adakah Anda memiliki banyak ruang ujian di hati Anda yang belum dapat Anda taklukkan? Jika Anda belum mampu memenangkan satu pun dari ujian karakter itu, ijinkanlah Tuhan menemani Anda. Ia pasti memampukan Anda untuk mengalahkanya. Amin.

sumber : www.gms.or.id

» Read Full Article

Sudah Menjadi Dekat

Ada lagi kabar baik yang Alkitab catat bagi kita semua yaitu bahwa kita, orang-orang yang dahulunya jauh, tanpa pengharapan, tidak mendapat bagian dalam ketentuan janji Allah yang luar biasa, sekarang sudah menjadi dekat, penuh pengharapan, dan berhak mendapat bagian ketentuan dari janji Allah.

Kebenaran ini tercatat di dalam Efesus 2:13-14,17-18 yang berbunyi: " Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu "jauh", sudah menjadi "dekat" oleh darah Kristus. Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua belah pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah yakni, perseteruan, (ay 17-18): Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kamu yang "jauh" dan damai sejatera kepada mereka yang "dekat", karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa."

Puji Tuhan! Sekarang kita dapat bersukacita karena kebenaran FirmanNya ini. Jika pada saat ini Anda merasa Allah jauh bagi diri Anda maka pada saat ini ketahuilah bahwa Allah tak pernah jauh. Yang perlu kita periksa ialah dosa. Apakah masih ada dosa yang kita pertahankan dalam diri kita. Jika ada, akuilah dihadapan Tuhan dan bertobatlah! Maka sesuai kebenaran Firman yang kita baca saat ini, kita berhak dalam ketentuan janji-janji Allah yakni berkat yang melimpah-limpah. Amin.

» Read Full Article